أبنا,

أبنا,
الذي فن في سماء, يبجّل [ثي] اسم. [ثي] يأتي مملكة. سيتمّ [ثي] كنت, على أرض بما أنّ هو يكون في سماء.

أعطيتنا هذا يوم خبزنا يوميّة . وعن صفحنا انتهاكاتنا, بما أنّ نحن عن صفح أنّ الذي يتجاوز ضدّ نا.وقدتنا لا داخل إغراء,غير أنّ سلّمتنا من شر.
آمين.

Abba Anna

Abânâ allâthi fî-ssamawât

Li ataqaddas Ismuka,

Li a’ty Malakutuka,

Li takun mashiatuka

Kama fi-ssamâwy,

Kadhalika ‘ala-l’ard.

A’tina khubzena kafêfa yaumina

Wa ukhfer lana khatayânâ

Kamâ nahnu nakhfir li man akhta’ ilaynâ

Wa lâ tudkhilnâ fî-ttajârib,

Lâkin najinâ min-ashsherir.

Amin


Our Father,
Who art in heaven,
Hallowed be Thy Name.
Thy Kingdom come.
Thy Will be done, on earth as it is in Heaven.
Give us this day our daily bread.
And forgive us our trespasses,
as we forgive those who trespass against us.
And lead us not into temptation,
deliver us from evil.
Amen.

Bapa kami yang ada di Surga,
dimuliakanlah nama-Mu.
Datanglah kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu,
di atas bumi seperti di dalam surga.
Berilah kami rejeki pada hari ini,
dan ampunilah kesalahan kami seperti kami pun mengampuni
yang bersalah kepada kami
.
Dan janganlah masukkan kami ke dalam pencobaan,
tetapi bebaskanlah kami dari yang jahat.
Amin.

[saya membaca doa ini dengan sepenuh hati, dan saya merasakan perubahan yang luar biasa dalam hidup saya. Cobalah, sekarang juga]

Yesus Mati Untuk Ku, Hidupku Berubah Saat Ku Terima Dia

Kesaksian Nick Vujicic

Nick Vujicic di Indonesia

Life Without Limbs

Bukalah Hatimu Sekarang

Mama, kesaksian Il Divo

Kesaksian Tentang Pasangan Hidup

Jesus Camp

Kesaksian Artis Ibukota: YESUS KEKUATANKU

Yesus On The Street

Kesaksian Samuel

Kesaksian Elizabeth: NERAKA

Remaja Tobat Indonesia

Mukzijat di Tentena (via Anak Perempuan Kecil)

How Lord Jesus solved devout muslim women's family problem

Muslims on West Bank (Palestine) SAW Jesus Christ

Jesus in China

Monday, May 29, 2006

James Caviezel: Kamu ingin aku memerankan Yesus?


Interview with James Caviezel pemeran Yesus dalam film The Passion of The Christ:

Sebelum memainkan peran Yesus, pernahkah orang mengatakan bahwa kamu mirip Yesus?

Tidak pernah. Waktu aku lebih muda, seseorang mengatakan bahwa aku mirip Mel Gibson. Ketika aku mengatakannya kepada Mel, ia menjawab sambil tertawa, "Tidak, aku jauh lebih cakep."

Bagaimana kamu mendapatkan peran ini?

Dalam suatu pertemuan makan siang di Malibu, Mel bertanya, "Tahukah kamu bagaimana sesungguhnya Yesus wafat?" Aku mengerti maksudnya dan bertanya, "Kamu ingin aku memerankan Yesus?" Mel menatapku dan menjawab, "Ya." Aku merasa takut sekaligus gembira. Aku mengatakan ya kepada seseorang yang akan menjadikan kisah Injil hidup. Kemudian Mel mengatakan bahwa ia akan membuatnya dalam bahasa yang sudah mati: Aram, Ibrani kuno dan Latin.

Keesokan harinya Mel menelepon dan bertanya, "Apakah kamu sungguh mau berperan dalam film ini? Jika aku adalah kamu, aku tidak akan mau menerimanya." Sepertinya ia hendak mengujiku, sebab peran ini dapat berarti tamatnya karirku. Aku menjawab bahwa setiap kita harus memikul salib kita masing-masing - baiklah kita mengambil dan memikulnya, jika tidak, kita akan jatuh tertimpa olehnya. Mel mengatakan bahwa akan banyak yang menentang dan ia bertanya apakah aku siap. Aku mengatakan bahwa aku telah mempersiapkannya sepanjang hidupku. Dan memang demikian.

James Caviezel dilahirkan di Washington pada tahun 1968 sebagai seorang dari empat bersaudara dalam keluarga Katolik yang taat. Ia bercita-cita menjadi seorang pemain basket NBA. Tetapi, harapannya itu hancur ketika ia mengalami cedera kaki semasa kuliah. Aku hanya ingin menjadi seorang pemain bola basket profesional, tetapi aku merasa Tuhan merencanakan yang lain. Ayahku mengatakan, "Jika Tuhan memanggilmu untuk melakukan sesuatu, tidakkah kau pikir Ia memanggilmu untuk menjadi seorang imam?" dan aku pikir benar.

Tetapi kemudian, datang tawaran-tawaran untuk berperan, dan aku tahu, aku mulai menyadari bahwa Tuhan yang memberikannya kepadaku. Aku percaya bahwa Ia menghendaki aku memerankan Yesus. Ia mempersiapkanku untuk ini sejak lama, dengan memberiku peran-peran lain yang aku mainkan sebelumnya."Apakah Mel menceritakan mengapa ia ingin membuat film ini?Mel mengatakan bahwa ia mengalami masa-masa sulit dalam hidupnya dan ia kembali kepada Injil sekitar 12 tahun yang lalu. Ia mulai melakukan meditasi sengsara dan wafat Yesus.

Dengan meditasi itu, Mel mengatakan bahwa luka-luka Kristus menyembuhkan luka-lukanya. Dan aku pikir hal itu tampak nyata dalam film.Persiapan Caviezel bukan hanya belajar bahasa Aram kuno, melainkan juga doa - sebelum, selama dan sesudah pembuatan film. Doa, doa, dan doa. Mel dan aku hanyalah pekerja-pekerja Tuhan dan hanya itulah yang terus-menerus kami minta. Karena itulah kami memusatkan diri setiap hari pada Perayaan Misa dan menerima Ekaristi Kudus. Tak sehari pun terlewatkan selama masa pembuatan film itu di mana aku tidak menerima Komuni.

Aku berusaha menjadi seorang Katolik yang terbaik. Aku kembali pada kebenaran: apa yang Tuhan kehendaki aku lakukan? Selalu kembali pada: apa yang Tuhan kehendaki?

Tantangan terberat apa yang harus kamu hadapi selama pembuatan film?

Dulunya aku pikir belajar bahasa-bahasa kuno akan menjadi tantangan terberat. Tetapi, ternyata penderitaan fisik jauh lebih berat.

Sejak dari awal, pembuatan film ini merupakan siksaan bagiku dalam segala bentuk. Aku diludahi dan dipukuli. Aku memanggul salibku selama berhari-hari, lagi dan lagi menyusuri jalan-jalan yang sama; tulang bahuku sempat terlepas karena beban salib yang berat. Aku tidur empat jam sehari. Pukul 2 pagi aku harus mulai di makeup; aku tak dapat duduk, karena makeup akan lengket di tubuhku. Delapan jam diperlukan untuk mengenakan makeup padaku dan kemudian dua jam diperlukan untuk melepaskan semua makeup itu plus aku harus duduk di bawah pancuran air selama setengah jam agar makeup benar-benar lepas.

Juga, karena makeup yang hebat, aku tidak dapat melihat dengan mata kananku, sehingga aku mengalami hyper-focus pada mata kiri. Dengan segala makeup yang menempel di tubuhku, kadang, aku merasa gatal-gatal seperti terbakar di sekujur tubuhku. Mel akan menghampiriku dan bercanda, "Jim, kamu adalah pizza terbesar di seluruh dunia." Pengambilan gambar dilakukan di Italia pada mudim dingin. Aku tergantung di atas salib, hanya dengan selembar kain penutup pinggang, di tengah udara yang dingin membeku. Aku memandang ke bawah melihat ratusan krew dengan jaket tebal dan syal serta sarung tangan, sementara aku sendiri tak dapat berbuat apa-apa karena tangan-tanganku terikat pada kayu salib.

Angin bertiup mengiris-iris tubuhku. Karena dingin yang menggigit, aku menderita hypothermia, yang rasanya seperti menjepitkan seluruh tubuhmu dalam balok es. Sungguh menderita. Aku sulit bernapas, tidak dapat mencerna makanan dengan baik, berat badanku turun drastis dan aku menderita sakit kepala berkepanjangan. Mesin pemanas memang ada, tetapi tidak mungkin didekatkan padaku karena segala makeup itu akan meleleh. Aku ingat suatu ketika, di atas salib, aku mengeluh kepada Tuhan, "Jadi, apakah Engkau tidak menginginkan film ini dibuat?"

Pada akhirnya, aku harus pergi ke tempat yang lebih dalam dari kepalaku, aku harus pergi ke dalam hatiku. Dan satu-satunya cara untuk sampai ke sana adalah dengan doa. Sungguh menyakitkan. Adegan yang cukup lama di mana Yesus didera dengan cambuk-cambuk besi sungguh mengerikan. Untuk adegan ini Mel telah mengatur supaya ditempatkan suatu papan di punggungku, kira-kira setengah inci tebalnya, agar para prajurit Romawi tidak mengenai punggungku. Tetapi, pukulan salah seorang dari mereka luput, menghantam tepat di punggungku dan merobek kulitku.

Aku tidak dapat berteriak, aku tidak dapat bernapas. Pukulan itu begitu menyakitkan hingga seluruh sistem tubuhku tergoncang. Aku jatuh tersungkur dan Mel mengatakan, "Jim, ayo bangun." Ia tidak tahu bahwa aku sungguh terkena. Cambukan itu meninggalkan luka sepanjang 14 inchi (± 36 cm) di punggungku yang kemudian menjadi contoh untuk 'membuat' luka-luka penderaan lainnya. Aku tidak terkena pukulan lagi sesudahnya, tetapi insiden itu menyadarkanku akan bagaimana kira-kira rasanya dicambuk.

Aku menganggap semua penderitaan itu layak untuk memainkan peran Yesus. Peran ini sungguh berarti bagiku. Dengan memerankannya, aku jauh lebih menghayati Jalan Salib. Jalan Salib adalah sengsara Kristus demi umat manusia, demi menebus dosa-dosa kita, demi membawa kita kembali kepada Allah; dan Kasih yang melakukan semuanya.

Menurut cerita, kamu disambar petir juga?

Oh, ya! Waktu itu kami sedang shooting Khotbah di Bukit. Semuanya amat tenang, hingga kemudian, tiba-tiba rasanya seperti seseorang menampar telingamu dengan kuat. Aku seperti melihat warna merah sekitar tujuh delapan detik. Orang mulai berteriak. Mereka mengatakan bahwa aku seperti terbakar api di bagian sebelah kiri kepalaku dan bercahaya di sekujur tubuhku. Apa yang dapat aku katakan adalah bahwa aku kelihatan seperti baru saja pergi ke salon Don King. Aku mendongak ke atas dan bertanya, "Apakah Engkau tidak menyukainya?"

Yang menakjubkan, tak seorang pun mengalami luka-luka akibat sambaran petir. Banyak peristiwa menakjubkan lainnya yang terjadi saat pengambilan gambar. Seorang imam melayani Sakramen Ekaristi setiap hari dan terjadi juga beberapa penyembuhan. Orang-orang disembuhkan. Tuhan ada di sana. Kalian dapat merasakannya.