أبنا,

أبنا,
الذي فن في سماء, يبجّل [ثي] اسم. [ثي] يأتي مملكة. سيتمّ [ثي] كنت, على أرض بما أنّ هو يكون في سماء.

أعطيتنا هذا يوم خبزنا يوميّة . وعن صفحنا انتهاكاتنا, بما أنّ نحن عن صفح أنّ الذي يتجاوز ضدّ نا.وقدتنا لا داخل إغراء,غير أنّ سلّمتنا من شر.
آمين.

Abba Anna

Abânâ allâthi fî-ssamawât

Li ataqaddas Ismuka,

Li a’ty Malakutuka,

Li takun mashiatuka

Kama fi-ssamâwy,

Kadhalika ‘ala-l’ard.

A’tina khubzena kafêfa yaumina

Wa ukhfer lana khatayânâ

Kamâ nahnu nakhfir li man akhta’ ilaynâ

Wa lâ tudkhilnâ fî-ttajârib,

Lâkin najinâ min-ashsherir.

Amin


Our Father,
Who art in heaven,
Hallowed be Thy Name.
Thy Kingdom come.
Thy Will be done, on earth as it is in Heaven.
Give us this day our daily bread.
And forgive us our trespasses,
as we forgive those who trespass against us.
And lead us not into temptation,
deliver us from evil.
Amen.

Bapa kami yang ada di Surga,
dimuliakanlah nama-Mu.
Datanglah kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu,
di atas bumi seperti di dalam surga.
Berilah kami rejeki pada hari ini,
dan ampunilah kesalahan kami seperti kami pun mengampuni
yang bersalah kepada kami
.
Dan janganlah masukkan kami ke dalam pencobaan,
tetapi bebaskanlah kami dari yang jahat.
Amin.

[saya membaca doa ini dengan sepenuh hati, dan saya merasakan perubahan yang luar biasa dalam hidup saya. Cobalah, sekarang juga]

Yesus Mati Untuk Ku, Hidupku Berubah Saat Ku Terima Dia

Kesaksian Nick Vujicic

Nick Vujicic di Indonesia

Life Without Limbs

Bukalah Hatimu Sekarang

Mama, kesaksian Il Divo

Kesaksian Tentang Pasangan Hidup

Jesus Camp

Kesaksian Artis Ibukota: YESUS KEKUATANKU

Yesus On The Street

Kesaksian Samuel

Kesaksian Elizabeth: NERAKA

Remaja Tobat Indonesia

Mukzijat di Tentena (via Anak Perempuan Kecil)

How Lord Jesus solved devout muslim women's family problem

Muslims on West Bank (Palestine) SAW Jesus Christ

Jesus in China

Thursday, May 25, 2006

Mel Gibson: Mencoba mengingatkan kembali ingatan khalayak tentang pengorbanan penuh darah dari seorang Yesus



Sumber: Sinar Harapan
Angin malam berdesau di suatu tempat penuh pepohonan. Sesosok tubuh berdiri lunglai dan mengisak tangis. Tubuh itu lalu berlutut, menengadah, menatap langit. ”Tak akan ada manusia yang mampu menanggung beban ini. Jika mungkin, bisakah cawan ini berlalu dariku …” Namun, langit menjawab dengan pertanda menolak. Awan mendung berarak menutupi bulan purnama yang cahayanya sedang menerangi sosok itu. ”Namun, biarlah kehendakMu yang terjadi, bukan kehendakku,” sosok itu menjawab dengan lemah dan penuh gentar.

Sosok itu adalah Yesus yang sedang mengalami gejolak batin yang sangat dahsyat. Di saat yang bersamaan, sekumpulan pemuka Yahudi yang dikenal dengan kelompok Sanhendrin sedang bersekongkol dengan Yudas Iskariot, salah satu dari dua belas murid Yesus, untuk menangkap dan membunuh Yesus. Sekantong uang perak dilemparkan ke arah Yudas sebagai bayaran untuk menunjukkan di mana Yesus berada.

Kisah selanjutnya adalah jalan cerita yang sudah ada dan termaktub di kitab Injil. Episode ini adalah adegan pembuka dari film yang saat ini begitu menghebohkan, The Passion of the Christ. Tokoh Yesus Kristus diperankan oleh James Caviezel. Pemilihan Caviezel untuk memerankan tokoh Yesus menjadi sukses tersendiri bagi tim pemilih peran (casting).

Caviezel mengoleksi banyak peran sebagai orang yang menderita, baik karena dikhianati maupun ditakdirkan untuk dicerca. Dia menjadi orang yang dikhianati kawan sendiri dan dipenjara dalam film Count of Monte Cristo, jadi gelandangan dalam film Pay It Forward, atau seorang tentara yang penuh gejolak batin saat berperang dalam Thin Red Line.

Satu tokoh lagi yang sudah akrab dengan mata publik di sini adalah Monica Belluci yang memerankan Maria Magdalena, seorang pelacur yang bertobat. Film The Passion of the Christ mengisahkan 12 jam terakhir dalam hidup Yesus. Dalam 12 jam itu, proses penyaliban menjadi titik sentral.

Narasi film tentu tidak akan menjadi andalan. Mel Gibson sebagai produser dan sutradara sudah mencoba agar film ini juga menyuguhkan narasi yang menawan dan layak dimaknai ulang. Namun, apa mau dikata, kisah tentang penyaliban Yesus adalah kisah yang sudah berbentuk pakem.

Jika saja film itu mengutak-atik narasi yang sudah pakem itu, niscaya kontroversi yang terjadi akan jauh lebih dahsyat daripada sekadar protes para tokoh Yahudi. Film ini memang dianggap menyulut rasa anti-Yahudi.
Mel Gibson hanya menyisipkan tokoh Setan yang diperankan oleh Rosalinda Celentano sebagai ”penggedor dan penggoda” ego seorang Yesus. Namun, ini tidak mampu membuat penonton menginterpretasikan dalam sudut yang berbeda narasi tentang penyaliban Yesus.

Yang terjadi, pemunculan Setan ini malah seperti mengamini kontroversi bahwa film ini anti-Yahudi. Tokoh ini muncul dengan seringai yang menyeramkan dan tatapan tajam di tengah kerumunan para pemuka Yahudi, ketika mereka menghakimi Yesus.

Adegan itu tidak terjadi sekali, tetapi hampir setiap kali sekumpulan Yahudi memperolokkan Yesus, Setan pun muncul di kerumunan, tanpa disadari oleh sekitarnya. Seolah sekerumunan Yahudi itu merepresentasikan hasrat Setan.
Kontroversi tentang anti-Yahudi ini memang dengan mudah terpatahkan. Vatikan menganggap film ini hanya berusaha menggambarkan realitas, bukan menghasut untuk membenci golongan tertentu.

Lagi pula, ada hal yang sebenarnya tak perlu disikapi secara keras, antara lain karena pemahaman umum yang ada di benak pengikut Yesus adalah ”Yesus mati dan disalibkan karena menanggung dosa-dosa manusia”. Jadi, bukan karena kaum Sahendrin berteriak-teriak,” Salibkan Dia, salibkan Dia”.
Detail AdeganJadi, menurut hemat penulis, usaha untuk lebih mengembangkan narasi dalam film ini gagal. Yang membuat film ini begitu kuat dan akan lama dikenang adalah detail dari adegan demi adegan.

Pemilihan bahasa Aram dan bahasa Latin untuk digunakan dalam dialog tentu sesuatu yang patut dipuji. Bahasa Aram adalah bahasa yang digunakan pada zaman Yesus. Yesus pun dipercaya bercakap-cakap dalam bahasa Aram. Saat ini bahasa Aram memang masih dipakai, namun sudah termasuk klasifikasi hampir punah. Bahasa ini masih dipakai secara terbatas di Israel.

Mel Gibson sempat melontarkan ide untuk tidak memberikan teks dalam bahasa Inggris. Gibson menginginkan adegan demi adegan ”berbicara” dengan caranya tersendiri pada penonton. Namun, akhirnya teks dalam film itu tetap dimunculkan.

Adegan-adegan puncak film ini tentulah terjadi saat Yesus disiksa dan disalib. Proses penyiksaan ke penyaliban menjadi begitu panjang dan gambar yang tersajikan begitu ”berdarah-darah”. Adegan penyiksaan memang menjadi porsi terbesar.

Penyiksaan dalam film ini dibuat berdasarkan ”aturan” penyiksaan ala tahanan-tahanan Kekaisaran Roma. Buluh-buluh digunakan untuk memecut, cambuk-cambuk berujung duri diayunkan sekencang-kencangnya.

Semua itu memang tidak tertera dengan detail dalam kitab Injil, namun ”tata cara” penyiksaan tentara Roma pada zaman itu terdokumentasi dengan baik dalam literatur-literatur.

Mel Gibson sendiri mendasarkan episode penyiksaan terhadap Yesus pada ”On the Physical Death of Jesus Christ”. Literatur yang sangat terkenal ini keluaran The Journal of the American Medical Association pada 1986. Literatur itu berisi investigasi detail penderitaan yang diterima Yesus saat itu. Adegan penyiksaan itu menurut Gibson juga sudah banyak yang dipotong. Namun, tetap saja rasa ngeri dan pedih saat menonton muncul.

Dalam wawancara televisi, Gibson berujar,” Aku ingin film ini mengguncang, ekstrem, dan menembus batas.” Gibson mencoba mengingatkan kembali ingatan khalayak tentang pengorbanan penuh darah dari seorang Yesus. Tujuan adegan ”berdarah-darah” ini jelas untuk mengguncang atau menggugah kembali kesadaran religius. Adegan-adegan itu tidak dibuat untuk mengeksploitasi dan memamerkan teknik-teknik kekerasan. (SH/job palar)

No comments: